Pada akhir 2005, peneliti dari Universitas Melbourne, Australia, menyimpulkan bahwa biawak Perentie (Veranus giganteus) dan biawak-biawak lainnya, serta kadal-kadal dari suku Agamiodae, kemungkinan memiliki semacam bisa. Selama ini diketahui bahwa luka-luka akibat gigitan hewan-hwan ini sangat rawan infeksi karena adanya bakteria yang hidup di mulut kadal-kadal ini, akan tetapi para peneliti ini menunjukkan bahwa efek langsung yang muncul pada luka-luka gigitan itu disebabkan oleh masuknya bisa berkekuatan menengah. Para peneliti ini telah mengamati luka-luka di tangan manusia akibat gigitan biawak Varanus varius, V. Scalaris dan komodo, dan semuanya memperlihatkan reaksi yang serupa bengkak secara cepat dalam beberapa menit, gangguan lokal dalam pembekuan darah, rasa sakit yang mengecam hingga ke siki, dengan beberapa gejala yang bertahan hingga beberapa jam kemudian.
Di samping menganung bisa, air liur komodo juga memiliki aneka bakteri mematikan didalamnya, lebih dari 28 bakteri Gram-positif telah di isolasi dari air liur ini. Bakteri-bakteri tersebut menyebabkan septikemia pada korbannya, jika gigitan komodo tidak langsung membunuh mangsa dan mangsa itu dapat melarikan diri, umumnya mangsa yang sial ini akan mati dalam waktu satu minggu akibat infeksi. Bakteri yang paling mematikan di air liur komodo agaknya adalah bakteri Pasteurella multocida yang sangat mematikan, diketahui melalui percobaan dengan tikus laboratorium. Karena komodo nampaknya kebal terhadap mikrobanya sendiri, banyak penelitian dilakukan untuk mencari molekul antibakteri dengan harapan dapat digunakan untuk pengobatan manusia.
Ekologi, perilaku dan cara hidup komodo
Komodo secara umum ditemui di Indonesia, di Pulau Komodo, Flores dan Rinca dan beberapa pulau lainnya di Nusa tenggara. Hidup di padang rumput kering terbuka, sabana dan hutan tropis pada ketinggian rendah, biawak ini menyukai tempat panas dan kering ini. Mereka aktif pada sianng hari, walaupun terkadang aktif juga pada malam hari. Komodo adalah binatang yang penyendiri, berkumpul bersama hanya pada saat makan dan berkembang biak. Reptil besar ini dapat berlari cepat hingga 20 kilimeter per jam pada jarak yang pendek, berenang dengan sangan baik dan mampu menyelam sedalam 4.5meter, serta pandai memanjat pohon menggunakan cakar mereka yang kuat. Untuk menangkap mangsa yang berada di luar jangkauannya, komodo dapat berdiri dengan kaki belakangnya dan menggunakan ekornya sebagai penunjang. Dengan bertambahnya umur, komodo lebih menggunakan cakarnya sebagai senjata, karena ukuran tubuhnya yang besar menyulitkannya memanjat pohon.
Untuk tempat berlindung, komodo menggali lubang sedalam 1-3 meter dengan tungkai depan dan cakarnya yang kuat. Karena besar tubuhnya dan kebiasaan tidur di dalam lubang, komodo dapat menjaga panas tubuhnya selama malam hari dan mengurangi waktu berjemur pada pagi selanjutnya. Komodo umumnya berburu pada siang hingga sore hari, tetapi tetap berteduh selama bagian hari yang terpanas. Tempat-tempat sembunyi komodo ini biasanya berada di daerah gumuk atau perbukitan dengan semilir angin laut, terbuka dari vegetasi, dan di sana-sini berserak kotoran hewan penghuninya. Tempat ini umumnya juga merupakan lokasi yang strategis untuk menyergap rusa.
Reproduksi
Musim kawin terjadi antara bulan Mei dan Agustus, dan telur komodo diletakkan pada bulan September. Selama periode ini, komodo jantan bertempur untuk mempertahankan betina dan teritorinya dengan cara ‘bergulat’ dengan jantan lainnya sambil berdiri diatas kaki belakangnya. Komodo yang kalah akan terjatuh dan ‘terkunci’ ke tanah. Kedua komodo jantan itu dapat muntah atau buang air besar ketika bersiap untuk bertempur. Pemenang pertarungan akan menjentikkan lidah panjangnya pada tubuh si betina untuk melihat penerimaan sang betina. Komodo betina bersifat antagonis dan melawan dengan gigi dan cakar mereka selama awal fase berpasangan. Selanjutnya, jantan harus sepenuhnya mengendalikan betina selama bersetubuh agar tidak terluka. Perilaku lain yang diperlihatkan selama proses ini adalah jantan menggosokkan dagu mereka pada si betina, garukan keras di atas punggung dan menjilat. Kopulasi terjadi ketika jantan memasukkan salah satu hemipenisnya ke kloaka betina. Komodo dapat bersifat monogamus dan membentuk ‘pasangan’, suatu sifat yang langka untuk kadal.
Betina akan meletakkan telurnya dilubang tanah, mengorek tebing bukit atau gundukan sarang burung gosong berkaki-jingga yang telah ditinggalkan. Komodo lebih suka menyimpan telur-telurnya di sarang yang telah ditinggalkan. Sebuah sarang komodo rat-rat berisi 20 telur yang akan menetas setelah 7-8 bulan. Betina berbaring di atas telur-telur itu untuk mengerami dan melindunginya sampai menetas di sekitar bulan April, pada akhir musim hujan ketika terdapat sangat banyak serangga.
Peoses penetasan adalah usaha melelahkan untuk anak komodo, yang keluar dari cangkang telur setelah menyobeknya dengan gigi telur yang akan tanggal setelah pekerjaan berat ini selesai. Setelah berhasil menyobek kulit telur, bayi komodo dapat berbaring di cangkang telur mereka untuk beberapa jam sebelum memulai menggali keluar sarang mereka. Ketika menetas, bayi-bayi ini tidak seberapa berdaya dan dapat dimangsa oleh predator. Komodo muda menghabiskan tahun-tahun pertamanya di atas pohon, tempat mereka relatif aman dari predator, termasuk dari komodo dewasa yang kanibal, yang sekitar 10% dari makanannya adalah biawak-biawak muda yang berhasil diburu. Komodo membutuhkan tiga sampai lima tahun untuk menjadi dewasa, dan dapat hidup lebih dari 50 tahun.Di samping proses reproduksi yang nornal, terdapat beberapa contoh kasus komodo betina menghasilkan anak tanpa kelahiran pejantan 9partenogenesis), fenomena yang juga diketahui muncul pada beberapa spesies reptil lainnya seperti pada Cnemidophorus.
http://www.lombokwisata.com/sejarah-wisata-pulau-komodo-dragon-indonesia.htm